Jumat, 10 Desember 2010

Kapan Harga Emas Menjadi Terlalu Tinggi Untuk Dibeli...?

Oleh Muhaimin Iqbal
Selasa, 07 December 2010 07:47

Sekitar dua bulan lalu ketika harga emas dunia mendekati US$ 1,300/Oz yang menurut sebagian orang sudah ketinggian, saat itu saya membuat tulisan dengan judul Harga Emas Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian. Pagi ini harga emas dunia sudah mencapai US$ 1,424/Oz atau naik sekitar US$ 125/Oz sejak tulisan tersebut saya buat, pertanyaanya adalah apakah kini harga emas tersebut sudah menjadi ketinggian ?. Jawaban saya tetap belum. Lantas bagaimana caranya mengetahui kapan harga emas dunia menjadi terlalu tinggi untuk dibeli ?.

Begini, emas adalah uang hakiki sepanjang zaman. Saat ini uang hakiki tersebut nilainya - secara keliru – ditakar dengan uang fiat yang bisa dengan begitu mudah dicetak atau diketik dari awang-awang. Tetapi bolehlah untuk sementara karena uang fiat yang saat ini digunakan untuk membeli apapun di dunia – termasuk untuk membeli emas – maka untuk keperluan menjawab pertanyaan tersebut diatas saya gunakan uang kertas juga untuk menakar harga emas.

Saya mencoba mencari formula yang lebih baru, namun sejak kejadian Nixon Shock 1971 rupanya tidak ada lagi yang mengembangkan teori hubungan antara uang kertas dengan emas. Maka saya gunakan teori pra 1971 untuk melihat hubungan ini, saya gunakan apa yang disebut persamaan Breton Woods yaitu The Value of Money = (Monetary Base : Official Gold Holdings ).

Monetary base adalah uang yang beredar plus reserve. Reserve adalah uang bank yang ada di bank sentral dan uang yang ada di brankas perbankan. Official Gold Holdings adalah cadangan emas yang dimiliki oleh bank sentral.

Nah sekarang kita akan menggunakan formula tersebut untuk menentukan pada tingkat berapa harga emas menjadi terlalu tinggi untuk dibeli dengan uang kertas. Untuk mengaplikasikan teori tersebut saya perlu data Monetary base US Dollars dan cadangan emas yang dimiliki Amerika. Untuk monetary base saya lebih bercaya data dari Shadow Government Statistic seperti pada grafik dibawah. Posisinya saat ini berada di kisaran US$ 2 trilyun.

Monetary Base US$

Monetary Base US$

Untuk cadangan emas resmi pemerintah saya ambil dari datanya World Gold Council yang untuk AS saat ini menunjukkan angka 8,133.5 ton atau 261 juta Oz. Jadi untuk US$ , the value of Money-nya saat ini adalah = US$ 2 trilyun/261 juta Oz atau 7,663 US$/Oz. Artinya apa angka ini ?. Bila harga emas tersebut saat ini dapat melampaui angka US$ 7,663/Oz – baru harga emas dunia menjadi terlalu mahal untuk dibeli dengan US$.

Tetapi karena angka ini dinamis, pembilangnya (monetary base) cenderung bertambah sedangkan penyebutnya cenderung tetap (Official Gold Holdings) ; maka angka tersebut diatas akan cenderung naik terus dari waktu ke waktu. Perhatikan grafik dibawah yang dibuat oleh perusahaan asset management terkenal QB Assets management. Dalam sejarah dunia modern, hanya pernah sekali harga emas ini terlalu mahal untuk dibeli dengan uang US$ yaitu pada tahun 1980 (perhatikan grafik biru yang berada dibawah grafik kuning tahun 1980 ).

Shadow Gold Price

Shadow Gold Price by QBAM

Dari grafik tersebut diatas kita juga bisa melihat, bahwa sejauh mata kita memandang – kita belum bisa melihat harga emas ini akan ketinggian untuk dibeli dengan US$. Saya kesulitan menyimpulkannya dalam bahasa Indonesia, tetapi ada bahasa jawa yang pas untuk ini yaitu tangeh lamun – untuk menggambarkan sesuatu yang amat sangat kecil peluangnya. Jadi tangeh lamun (sangat-sangat kecil peluangnya) harga emas menjadi terlalu mahal untuk dibeli dengan US$ kapan-pun.

Lantas bagaimana dengan harga emas dalam Rupiah ?, ya sami mawon – lha wong US$ dan Rupiah ini satu guru satu ilmu... Wa Allahu A’lam.

Senin, 22 November 2010

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Oleh Muhaimin Iqbal
Kamis, 18 November 2010 05:42

Tentang teori deret Fibonacci, saya pernah menulisnya hampir tiga tahun lalu untuk menggambarkan penurunan nilai mata uang kertas. Kemudian saya juga telah menulis tentang teori peluruhan eksponensial sekitar 8 bulan lalu untuk menguatkan hal yang sama. Kini saya akan menggunakan dua teori tersebut untuk menjawab salah satu pertanyaan pembaca setia situs ini, yaitu seperti apa kiranya harga emas sepuluh tahun dari sekarang.

Sebelum saya uraikan aplikasi dari teori-teori tersebut, perlu saya jelaskan bahwa tidak ada seorang ahli-pun di dunia yang bisa mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang – demikian pula dengan saya. Yang saya lakukan hanyalah mengolah data statistik harga emas dan nilai tukar Rupiah, kemudian menggunakannya dengan asumsi – bahwa peristiwa-peristiwa yang akan datang – tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Untuk menduga harga emas 10 tahun yang akan datang, saya gunakan statistik harga emas dalam US$/Oz dan dalam Rp/Gram selama 40 tahun terakhir 1970 – 2010 yang sudah saya muat dalam tulisan tanggal 1 November 2010 di situs ini.

Dari statistik tersebut diatas, kita tahu bahwa seama 40 tahun terakhir – harga emas dunia rata-rata 2010 (sampai Oktober) dalam US$/Oz telah mengalami kenaikan sebesar 33 kali dibandingkan harga emas rata-rata tahun 1970; atau dalam Rupiah selama periode yang sama harga emas telah mengalami kenaikan sebesar 749 kali. Dari data ini bila kita konversikan dengan bilangan Fibonacci (perkalian 1.618) dan waktu paruh US$ maupun Rupiah (yang berarti perkalian 2.0 untuk harga emas) ; maka selama 40 tahun terakhir dapat kita sarikan dalam tabel dibawah :

Deret Fibonacci

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Cara membaca tabel diatas adalah sebagai berikut :

· Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas dalam US$ telah mengalami frekwensi Fibonacci sebanyak 7.05 dan dalam Rupiah sebanyak 13.5.

· Rentang waktu (return period) dari satu titik Fibonacci ke titik berikutnya rata-rata selama 40 tahun terakhir dalam US$ adalah 5.67 tahun sedangkan dalam Rupiah 2.96 tahun.

· Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas bila dibeli dengan mata uang kertas telah berlipat dua (daya beli uang US$ maupun Rupiah tinggal separuh) sebanyak 4.85 kali (US$) dan 9.40 kali (Rupiah)

· Selama 40 tahun terakhir, waktu paruh rata-rata mata uang kertas adalah 8.25 tahun untuk US$ dan 4.26 tahun untuk Rupiah.

Dari rangkuman angka-angka statistik tersebut, dapat kita gunakan secara sederhana untuk menghitung berapa kira-kira harga emas sepuluh tahun yang akan datang baik dalam US$ maupun dalam Rupiah – dengan asumsi bahwa tidak terjadi pemburukan ekonomi dunia yang lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi selama 40 tahun terakhir.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 Tahun

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 Tahun

Dengan menggunakan pendekatan deret Fibonacci Harga Emas rata-rata 10 tahun yang akan datang dapat dihitung dari harga emas rata-rata tahun ini x kelipatan Fibonacci (1.618) ^ (10 /return period Fibonacci). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,789/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1,822,985/gram.

Bila kita gunakan teori peluruhan, maka harga emas rata-rata 10 tahun yang akan datang adalah sama dengan harga emas rata-rata tahun ini x 2 ^ (10/waktu paruh). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,768/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1, 831,898/gram.

Untuk memberi gambaran seberapa tinggi harga-harga tersebut dapat dibandingkan dengan tabungan US$ maupun tabungan Rupiah sebagai berikut :

· Bila Anda menabung US$ 1,194 tahun ini (harga rata-rata emas dunia 2010 untuk 1 Oz), dengan hasil bersih rata-rata 1 % misalnya; maka 10 tahun yang akan datang uang Anda hanya menjadi US$ 1,319. Uang yang sama yang Anda rupakan emas menjadi antara US$ 2,768 – US$ 2,789 atau naik sekitar 2.2 kali dibandingkan dengan tabungan US$ Anda.

· Bila Anda menabung Rp 359,000 (setara dengan harga 1 gram emas rata-rata tahun ini), maka bila tingkat hasil bersih rata-rata 6 % , setelah 10 tahun uang Anda akan menjadi Rp 749,000. Jumlah uang yang sama bila dirupakan emas akan bernilai antara Rp 1,822,985 - Rp 1,831,898 atau kurang lebih 2.6 kali dibandingkan yang ditabung dalam Rupiah.

Dari angka-angka diatas kita kemudian juga bisa menghitung pula bahwa harga Dinar saat itu (2020) insyaAllah akan berada di rentang rata-rata antara Rp 7,812,252/Dinar s/d Rp 7,850,445/Dinar.

Estimasi tersebut diatas adalah estimasi konservatif karena berasumsi bahwa tidak terjadi percepatan pemburukan ekonomi dunia dalam 10 tahun kedepan. Padahal kita tahu sejak beberapa tahun terakhir misalnya, daya beli US$ cenderung memburuk dengan cepat setelah berbagai langkah Quantitative Easing yang dilakukan oleh Federal Reserve-nya. Jadi lebih besar peluang harga emas dunia untuk lebih tinggi dari perhitungan-perhitungan tersebut diatas – ketimbang peluangnya untuk lebih rendah. Wa Allahu A’lam.

Rabu, 10 November 2010

Menduga Masa Depan Harga Emas Dari Neraca Perdagangan...

Oleh Muhaimin Iqbal
Kamis, 11 November 2010 06:33

Ketika krisis moneter melanda negeri ini tahun 1997/1998, ekonomi kita seperti luluh lantak. Pemutusan hubungan kerja meraja lela, banyak perusahaan yang harus tutup dan bahkan sampai kini Anda masih bisa menyaksikan korbannya berupa kota hantu di daerah Sentul. Suatu komplek yang semula direncanakan menjadi komplek perumahan mewah, semasa krisis moneter ditinggalkan pengembang dan calon pembelinya dengan menyisakan puing-puing bekas penjarahan. Namun obat yang begitu pahit bagi bangsa ini tersebut, ternyata menyembuhkan suatu penyakit kronis yang disebut defisit dalam neraca perdagangan.

Neraca Perdagangan RI 1980 - 2010 (s/d Juli 2010)

Neraca Perdagangan RI 1980 - 2010 (s/d Juli 2010)

Dari grafik di atas kita tahu bahwa selama belasan tahun sebelum krisis, Indonesia selalu mengalami defisit dalam neraca perdagangannya. Hanya setelah krisis moneter melanda, tiba-tiba kita menjadi surplus hingga kini. Lho kok bisa ?. Apakah industri kita lebih efisien sehingga lebih mampu bersaing dengan pasar global ?, apakah kita ada inovasi teknologi baru ?, produk ekspor unggulan baru ?, pasar tujuan ekspor baru ?. Tidak juga demikian !.

Kita menjadi tiba-tiba mampu bersaing karena nilai uang kita menjadi sangat rendah bila dibandingkan dengan rata-rata nilai daya beli uang negara-negara lain. Bila gaji buruh, pegawai dan bahkan direksi tiba-tiba nilainya tinggal seperempatnya karena nilai mata uang kita yang jatuh (1998); demikian pula dengan ongkos kandungan local dari industri-industri kita – pastilah produk-produk ekspor kita menjadi sangat kompetitif dari sisi harga.

Dari pengalaman Indonesia men-terapi penyakit kronisnya tersebut; kita tahu bahwa secara efektif kita bisa sembuh dari penyakit kronis defisit neraca perdagangan melalui kejatuhan nilai mata uang Rupiah kita.

Nah apa hubungannya neraca perdagangan ini dengan harga emas dunia ?. Karena harga emas dunia saat ini dinilai dengan US$, maka kita bisa menduga nasib harga emas dunia tersebut dari apa yang kiranya akan terjadi dengan daya beli US$ itu sendiri. Sekarang perhatikan grafik dibawah yang menunjukkan neraca perdagangan Amerika selama 30 tahun terakhir.

Neraca Perdagangan AS 1980-2010 (s/d Agustus 2010)

Neraca Perdagangan AS 1980-2010 (s/d Agustus 2010)

Mirip Indonesia sebelum krisis 1997/1998 ; Amerika ternyata juga telah menderita penyakit kronis defisit neraca perdagangan selama belasan tahun hingga kini. Penyakit kronis inilah yang dengan setengah mati diupayakan oleh Obama antara lain melalui kunjungannya ke India dan Indonesia kemarin ini.

Sebagai ‘salesman’ yang berhasil memukau publik negara-negara yang dikunjunginya, bisa saja kunjungan-kunjungan tersebut akan meningkatkan ekspor Amerika ke negara-negara yang telah dikunjunginya. Namun peningkatan ini akan sulit sekali menyembuhkan penyakit kronis yang sudah menahun.

Lantas apa solusi yang efektif yang harus ditempuh Amerika ?, karena presidennya pernah belajar di Indonesia selama 4 tahun semasa kecil – harusnya Amerika kali ini juga mau belajar dari pengalaman Indonesia mengatasai penyakit yang sama sebelum 1997/1998 – bahwa terapi yang paling efektif untuk seketika membalik posisi defisit menjadi surplus adalah melalui devaluasi besar-besaran atau kehancuran daya beli mata uangnya !.

Hal ini bisa dilakukan secara malu-malu dan memberi nama yang indah – Quantitative Easing – misalnya, atau secara terang-terangan seperti Indonesia tahun 1997/1998 yang disebut krisis moneter. Cara pertama bisa menyembuhkan tetapi perlu waktu yang lebih lama, cara kedua akan menyakitkan tetapi ini terapi yang terbukti sangat efektif – paling tidak pernah dibuktikan di Indonesia !.

Mana-pun yang dipilih Amerika, tidak ada insentif apapun bagi mereka untuk menaikkan daya beli atau nilai tukar mata uangnya. Bila nilai tukar mata uang mereka naik – mereka akan semakin tidak kompetitif – yang berarti akan semakin membesarkan defisit neraca perdagangannya. Defisit neraca perdagangan yang terus menerus akan membawa kebangkrutan negara karena mereka terus mengkonsumsi barang dan jasa dari luar lebih banyak daripada yang mereka bisa jual keluar.

Jadi secara perlahan-lahan ataupun secara drastis, siapapun presidennya - Amerika akan cenderung membawa nilai tukar mata uangnya ke arah turun. Barang-barang yang dibeli dengan mata uang US$ dalam jangka panjangnya akan terus naik, meskipun perjalanan jangka pendeknya bisa saja bergelombang.

Maka ini pula yang akan terjadi dengan harga emas dunia, bergelombang dalam jangka pendek – tetapi arah jangka panjangnya sangat jelas. Wa Allahu A’lam.

Senin, 08 November 2010

Value Creation : Cukup Untuk Anda, Cukup Untuk Saya...

Oleh Muhaimin Iqbal
Selasa, 09 November 2010 07:18

Harga emas dunia semalam melambung melampaui level psikologis berikutnya yaitu angka US$ 1,400/Oz. Melambungnya harga emas ini tidak terlepas dari praktik ekonomi yang mendasarkan pada teori scarcity, yaitu anggapan bahwa benda-benda ekonomi tersedia terbatas untuk memenuhi keingingan atau kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Harga emas akan terus naik selama dia diperebutkan umat manusia untuk disimpan, tetapi tidak harus demikian bila umat manusia mau berbagi dan mau menciptakan nilai (value creation) secara bersama-sama.

Teori scarcity tersebut kemudian melahirkan zero-sum mindset yang mewabah pada para pelaku ekonomi modern – ya kita semua di jaman ini. Untuk memahami zero-sum mindset ini, perhatikan ilustrasi grafis dibawah.

Value Creation

Value Creation

Asumsikan dalam suatu unit aktivitas ekonomi yang hanya ada dua orang pemain yaitu A dan B. Dengan zero-sum mindset A dan B sama-sama beranggapan bahwa ukuran kue yang mereka perebutkan adalah 100 misalnya. Maka A berusaha memperoleh sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri karena kalau dia berhasil mencapai posisi P1 misalnya, maka dia mendapatkan porsi yang besar 75 dan menyisakan porsi yang kecil 25 bagi B.

B –pun tidak akan tinggal diam, dia akan berusaha maksimal merebut kue yang ada, kalau dia berhasil menggeser ke posisi P2 – maka dia yang mendapatkan 75 dan A hanya mendapatkan 25.

Habis-habisan memperebutkan kue yang terbatas – scarcity – inilah yang membuat para pemain usaha rela melakukan persaingan yang tidak sehat. Zero-sum mindset pula yang mengakibatkan manusia pada umumnya enggan berbagi dalam hal apa saja. Enggan berbagi ilmu misalnya karena beranggapan bahwa kalau orang lain pinter – dia akan mengambil rizkinya. Yang terakhir ini bahkan kemudian dilembagakan secara global menjadi yang namanya Intellectual Property Right (IPR).

Lantas mindset seperti apa seharusnya kita memandang benda-benda ekonomi yang menjadi kebutuhan tersebut agar lebih sesuai dengan syariat Islam yang kita anut ini ?.

Islam sangat menganjurkan berbagi dalam hal apa saja, baik yang sifatnya harta benda maupun ke-ilmuan. Berbagi harta tidak akan membuat kita miskin, berbagi ilmu tidak pula akan membuat orang lain bisa merebut rizki kita.

Islam mengajarkan bahwa sumber-sumber kebutuhan manusia disediakan secara cukup oleh Allah yang Maha Kaya (Al-Ghani) dan yang Maha Pembuat Kaya (Al-Mughni), rizki disediakan cukup untuk kita dan cukup pula untuk orang lain – yang kita perlu lakukan hanyalah mengikuti syariat-nya dalam segala hal, termasuk dalam mengelola segala kebutuhan kita baik yang bersifat harta benda maupun yang bersifat ke-ilmu-an.

Ambil contoh di grafik diatas misalnya. Bila A dan B tidak bersaing satu sama lain, mereka malah saling tolong menolong berbagi ilmu dan saling men-support ikhtiar pihak lain – maka secara bersama-sama mereka bisa membesarkan kue-nya ke garis biru atau bahkan garis biru muda.

Ketika mereka berhasil bersinergi membesarkan kue ini, maka keduanya tidak harus berbagi kue yang besarnya 100; A sendiri bisa memperoleh 100 dan B – pun bisa memperoleh 100. Inilah yang namanya rakhmat dari Allah, Al-Ghani dan Al-Mughni yang diturunkannya bila kita mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Rakhmat Allah yang turun bila kita tidak saling mengkhianati mitra usaha kita, tidak mencurangi orang lain yang mencari rizki-nya dibidang yang sama dengan kita.

Prinsip Al-Ghani dan Al-Mughni ini secara tidak langsung berusaha diraih oleh para pelaku ekonomi dan usaha modern di jaman ini dengan istilah value creation. Dalam usaha misalnya, value creation ini bisa dilakukan untuk tiga kepentingan sekaligus yaitu kepentingan pengusaha/investor, kepentingan karyawan dan kepentingan pelanggan.

Bila Anda sebagai pengusaha dapat memenuhi kebutuhan karyawannya secara cukup akan mampu membuat karyawan bersemangat dan berdedikasi. Mereka akan menghasilkan produk atau layanan yang berkwalitas sehingga menyenangkan para pelanggannya. Pelanggan yang senang akan membeli lagi dan lagi, dan bahkan ikut menyebar luaskan produk dan layanan Anda. Usaha Anda akan terus membesar dan kue yang Anda bagi ke karyawan juga terus membesar, inilah operasionalisasi hal jazaa ul ihsaani illal ihsan – tidak ada balasan dari suatu kebaikan selain dengan kebaikan pula - dalam berusaha.

Lantas apa hubungannya dengan harga emas yang terus membubung tinggi di awal tulisan ini ?. Bila emas diputar dan tidak ditimbun, emas-pun sesungguhnya tersedia cukup untuk semua orang – hanya sikap mental zero-sum mindset yang menjadikan emas barang langka dan melambungkan harganya. WaAllahu A’lam.

Minggu, 07 November 2010

Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...?

Oleh Muhaimin Iqbal
Senin, 08 November 2010 08:17

Akhir September lalu ketika harga emas dunia mendekati angka psikologis US$ 1,300/Oz saya menulis tentang “Harga Emas : Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian...”. Kini satu setengah bulan kemudian harga emas dunia terus melambung, jauh melewati angka psikologis US$ 1,300/Oz tersebut dan bisa jadi sedang menuju angka psikologis berikutnya. Mengapa seolah harga emas dunia ini begitu predictable ?, selain karena statistiknya begitu nyata, perilaku manusia-manusia yang mengendalikan daya beli US$ ini begitu mudah dibaca.

Jauh hari sebelum Quantitative Easing tahap 2 benar-benar diputuskan pekan lalu misalnya, pasar sudah menduganya – bahkan sampai ke angkanya yang hanya meleset sedikit (pasar menduga di kisaran US$ 500 Milyar, yang diputuskan US$ 600 Milyar ). Jadi gejala jatuhnya daya beli US$ ini sebenarnya adalah terang benderang seterang siang hari, apalagi apabila dilihat dari kaca mata Qur’ani yang memang sudah menjanjikan akan dimusnahkannya Riba (QS 2 : 176).

Lantas bila jatuhnya daya beli US$ begitu nyata, apakah kita bisa melihat jatuhnya daya beli Rupiah ?. Tidak semua orang mungkin bisa melihat bahwa daya beli Rupiah juga sedang jatuh. Ini adalah karena adanya bias alat ukur, yaitu bila Rupiah diukur dengan US$ - maka nilai tukar Rupiah yang saat ini (08/11/2010) berada di kisaran Rp 8,900/US$ - kelihatan Rupiah seolah lagi perkasa. Mobil yang lagi berjalan mundur akan kelihatan berjalan maju, bila dilihat dari mobil lain yang berjalan mundur lebih cepat.

Kita hanya bisa tahu bahwa daya beli Rupiah juga lagi jatuh ketika kita pakai Rupiah tersebut untuk membeli kebutuhan riil sehari-hari yang terus bertambah mahal. Lebih kentara lagi bila digunakan untuk membeli barang-barang yang memiliki nilai baku sepanjang zaman seperti emas atau Dinar. Grafik dibawah adalah ilustrasinya.

IDRX, USDX and GoldPrice

IDXR, USDX and GoldPrice

Grafik US$ Index adalah bila US$ dibandingkan dengan sekelompok mata uang kuat dunia, begitu pula grafik Rupiah Index. Di latar belakang adalah trend kenaikan harga emas dunia pada periode yang sama, jelas sekali bukan ?. Grafik garis hijau (US$ Index) turun, grafik garis merah (Rupiah Index) juga turun – pada saat yang bersaman grafik bidang emas (harga emas dunia US$/Oz) terus naik.

Maka karena saya belum bisa melihat akan adanya titik balik dari trend-trend terkini tersebut diatas; saya tetap dengan pendapat saya satu setengah bulan yang lalu – bahwa meskipun harga emas atau Dinar kini sudah sangat tinggi – tetapi tetap juga belum ketinggian !. Bukan hanya karena kelangkaan dan peminat yang terus bertambah, tetapi juga karena didorong oleh nilai tukar uang yang digunakan untuk membelinya terus mengalami penurunan. Wa Allahu A’lam.

Minggu, 31 Oktober 2010

Risk and Return : Antara Saham Dengan Emas, Pilih Mana...?.

Oleh Muhaimin Iqbal
Selasa, 26 October 2010 06:22

Tulisan saya bulan Juli lalu dengan judul “Pilihan Investasi : Saham Atau Emas...?” telah memberikan gambaran perbandingan antara investasi di bursa saham internasional yang direpresentasikan oleh Dow Jones Industrial Average (DJIA) dengan investasi di pasar emas internasional. Lantas timbul banyak pertanyaan atas tulisan tersebut, apakah kondisinya juga demikian untuk pasar lokal ?. Meskipun saya belum sempat melakukan riset sendiri untuk menjawabnya, Alhamdulillah ternyata saya tidak perlu menjawabnya sendiri karena ada pembaca situs ini yang bisa secara ilmiah, objektif dan meyakinkan menjawab pertanyaan tersebut melalui Thesis S-2 Program Studi Magister Akuntansi di perguruan tinggi negeri ternama dan salah satu yang tertua di negeri ini.

Pembaca tersebut adalah Sri Pangestuti yang lulus dengan nilai A untuk thesis S-2 nya yang berjudul “Analisis Return LQ45 Dibandingkan Return Emas dan faktor-Faktor Yang mempengaruhi Return LQ45 dan Return Emas Selama Periode 1995 – 2010 ”. Untuk keperluan penelitian ini, Sri Pangestuti menggunakan data sekunder yang antara lain diperoleh dari jurnal Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, data pasar modal Indonesia dari Bursa Efek Jakarta dan berbagai sumber lainnya termasuk data dari internet.

Sebagai pembanding emas digunakan data dari 45 saham-saham unggulan atau yang disebut LQ 45 atau juga biasa disebut saham-saham blue chips – yang pada umumnya memberikan imbal hasil yang tinggi. Sri Pengestuti menggunakan berbagai uji statistik yang sangat njlimet untuk bisa meyakinkan para pengujinya – yang tentunya juga sangat menguasai bidangnya masing-masing sebelum akhirnya lulus dengan sempurna (nilai A).

Berbagai pengujian ilmiah tersebut menjadi terlalu teknis untuk saya angkat disini, namun yang sangat menarik adalah butir-butir kesimpulan thesis Sri Pangestuti yang saya kutip secara lengkap dengan ijin langsung dari yang bersangkutan sebagai berikut :

1. Harga emas yang telah di-adjust dengan inflasi menunjukkan trend peningkatan harga yang lebih tinggi daripada nilai indeks LQ45 yang juga telah di-adjust dengan inflasi. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli (purchasing power) emas dalam jangka panjang lebih baik daripada saham LQ45 sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi emas dalam jangka panjang lebih menguntungkan daripada investasi saham LQ45 karena daya belinya lebih baik.

2. Return emas yang telah di-adjust dengan inflasi dalam jangka pendek lebih fluktuatif dibandingkan return LQ45 yang juga telah di-adjust dengan inflasi. Dalam jangka pendek LQ45 memberikan return yang lebih baik dalam arti lebih stabil dibandingkan emas.

3. Dari point 1 dan 2 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa investasi saham LQ45 dalam jangka pendek lebih baik dibandingkan emas karena fluktuasinya lebih rendah daripada emas. Namun dalam jangka panjang emas memberikan return yang lebih baik yang ditunjukkan oleh harga emas yang jauh lebih tinggi dibandingkan saham LQ45, dan purchasing power emas lebih baik daripada saham LQ45.

4. Return LQ45 dan return emas dipengaruhi secara bersama-sama oleh faktor-faktor perubahan kurs, harga crude oil, inflasi, dan jumlah uang beredar, serta peristiwa-peristiwa politik/ekonomi secara signifikan.

5. Perubahan kurs, inflasi, dan jumlah uang beredar secara individual mempengaruhi return LQ45 dengan signifikan. Sementara faktor yang signifikan mempengaruhi return emas secara individual adalah perubahan kurs dan uang beredar. Sementara perubahan harga minyak mentah (crude oil) dan peristiwa-peristiwa politik/ekonomi tidak mempengaruhi baik return LQ45 maupun return emas.

6. Untuk tiap unit risiko LQ45 memberikan return sebesar 0,08567 atau 8,567%, sementara emas memberikan return sebesar 0,19840 atau 19,840% untuk tiap unit risiko. Bila diperbandingkan di antara keduanya, untuk tiap unit resiko yang sama emas memberikan hasil lebih besar yaitu 2,31577 kali dari yang diberikan oleh saham LQ45.

LQ45 vs Emas

LQ45 vs Emas

Saya terus terang sangat gembira ketika mendapatkan dari penulis langsung copy dari thesis tersebut. Bukan hanya karena butir-butir kesimpulannya yang secara umum selaras dengan pola pikir yang kita kembangkan di situs ini, tetapi juga karena mulai munculnya kajian ilmiah yang objektif tentang kinerja emas ini. Emas tidak bisa lagi diolok-olok sebagai bentuk investasi yang kuno, karena kini terbukti bahwa dalam jangka panjang emas lebih baik dari saham-saham blue chip sekalipun.

Hasil thesis ini mungkin bisa membuat sebagian orang kawatir kalau para investor ter-discourage untuk investasi di pasar modal dan rame-rame pindah ke emas. Menurut saya sendiri hal ini tidak perlu terjadi, malah sebaliknya – seharusnya menjadi pendorong agar bursa saham bisa me-representasi-kan kinerja sektor riil secara lebih baik. Dapat pula menjadi pendorong bagi para investor agar lebih memperhatikan kinerja riil para emiten daripada isu-isu sentimen pasar sesaat.

Mengapa demikian ?, investasi terbaik menurut saya sendiri adalah investasi sektor riil yang dijalankan dengan baik. Bahwasanya ternnyata saham-saham unggulan sekalipun tidak memberikan hasil lebih baik dari emas (yang sejatinya bernilai tetap – hanya kelihatan terus naik nilainya karena nilai emas diukur dengan nilai mata uang yang nilainya terus mengalami peluruhan), ya karena bursa saham itu sendiri selama ini belum berhasil merepresentasikan kinerja sektor riil yang seharusnya diwakilinya.

Harga-harga saham bisa saja menjulang meskipun kinerja perusahan emiten-nya biasa-biasa saja; sebaliknya, harga bisa hancur lebur padahal kinerja emitennya masih ok. Pergerakan naik turunnya harga yang lebih banyak didorong isu sentimen pasar sesaat dan bukan disebabkan oleh faktor fundamental tersebutlah yang telah membuat investasi pada saham unggulan sekalipun beresiko lebih tinggi dari investasi emas dan pada saat yang bersamaan memberikan hasil yang lebih rendah dari appresiasi harga emas (butir kesimpulan no 6).

Lebih lanjut thesis semacam ini bisa menjadi pemicu agar para investor bertindak cerdas dalam ber-investasi terutama bila ber-investasi pada jenis investasi yang sophisticated seperti pada bursa saham tersebut diatas. Bila tidak yakin bisa melakukannya dengan benar – ya pilihannya ada di kesimpulan no 6 tersebut diatas.

Kedepannya akan dibutuhkan thesis-thesis sejenis untuk berbagai bidang investasi lainnya, agar investor awam terbantu melihat segala sesuatunya secara lebih jernih. Maka ketika Sri Pangestu mengutarakan niat untuk mengambil tema teori peluruhan mata uang kertas sebagai thesis S-3 yang akan ditempuhnya – insyaAllah kami siap mendukung sepenuhnya. Dari thesis Doktor ini kelak masyarakat akan bisa melihat lagi secara ilmiah, objektif dan transparan mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada uang kertas.

Segala tulisan dan penjelasan saya di situs ini yang selama ini hanyalah analisa orang awam yang mengandalkan ‘kecerdasan jalanan’ – street-smart – insyaAllah satu demi satu akan mendapatkan dukungan dan pembenaran ilmiahnya. Amin.


Di-update pada Selasa, 26 October 2010 06:35

Minggu, 24 Oktober 2010

Harga Emas : Noise Dari Pertemuan G-20...

Oleh Muhaimin Iqbal
Senin, 25 October 2010 07:26

Ada peristiwa penting yang terjadi Sabtu lalu (23/10/2010) yang untuk sesaat mungkin akan berpengaruh pada harga emas dunia. Peristiwa tersebut adalah pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral dari negara-negara kelompok G-20 di Gyeongju - Korea Selatan. Hasil pertemuan ini intinya adalah para otoritas keuangan dari negara-negara yang me-representasikan 85% kekuatan ekonomi dunia tersebut – menyepakati untuk tidak melemahkan mata uang masing-masing atau perang kurs.

Bila kesepakatan ini bener-bener tulus dan pasar percaya akan keseriusan para pemimpin ekonomi dunia tersebut, maka seharusnya – minimal untuk sementara harga emas akan turun. Pertama karena meredanya kekawatiran nilai tukar Dolar akan turun secara drastis, dan kedua kebutuhan emas untuk safe haven menurun ketika ketidak pastian ekonomi berkurang.

Bila inipun terjadi, saya masih mengkategorikannya sebagai noise dan belum menjadi signal karena sifatnya sementara dan tidak dipicu oleh faktor-faktor yang bersifat fundamental. Untuk signal-nya sendiri, saya melihat trend harga emas dunia yang masih akan terus menaik dalam jangka menengah maupun jangka panjang oleh sebab faktor-faktor fundamental berikut :

1. Harga emas dunia saat ini dinilai dalam US$, jadi tinggi rendahnya tergantung pada daya beli US$ itu sendiri.

2. Tinggi rendahnya US$ tergantung pada situasi ekonomi Amerika Serikat. Kenyataannya sampai kemarin-pun (sehari setelah kesepakatan G-20) menteri keuangan negeri itu masih terus berusaha menekan counterpart-nya dari China agar menaikkan nilai tukar Yuan. Artinya Amerika masih merasa daya beli uangnya ketinggian sehingga tidak kompetitif dalam perdagangan global khususnya dengan China. Untuk kepentingan Amerika, US$ akan cenderung ditekan melemah ketimbang menguat.

3. Hari-hari ini Amerika tenggelam dalam hutang dan kewajiban-kewajiban yang besarnya 8 kali GDP mereka. Pemerintahan mereka saat ini juga terkenal pemerintahan yang boros dan tidak peduli dengan defisit anggaran. Tahun ini saja Obama akan membelanjakan US$ 3.5 trilyun untuk perbagai program populisnya.

4. Bila dalam suatu negara, produksinya tidak cukup untuk membayar hutang, kewajiban dan belanja yang terus membengkak, apa yang akan mereka lalukan ?. Mencetak uang dari awang-awang atau bahasa kerennya Quantitative Easing. Yang pertama sudah mereka lakukan dua tahun lalu untuk mencegah negeri itu terjun bebas dalam krisis, yang kedua para pengamat rata-rata sepakat akan segera mereka lakukan dalam waktu dekat.

5. Bila uang terus dicetak tanpa diimbangi oleh peningkatan produksi yang seimbang, pastilah nilai uang itu jatuh dan harga barang-barang yang dibeli dengan tersebut akan terus menanjak.

Jadi mumpung ada noise yang untuk sementara menurunkan harga emas dan otomatis juga Dinar, hari-hari ini Insyaallah menjadi hari-hari yang baik untuk mengamankan asset atau setidaknya men-diversifikasi-kan asset dari denominasi mata uang kartas yang rawan penurunan nilai – ke asset riil yang bebas dari pengaruh daya beli mata uang kertas.

Bila selama ini Anda bangga mempunyai tabungan dalam US$, asuransi jiwa dalam US$ dan juga bahkan Anda juga memegang uang kertas fisik yang juga US$; ketahuilah bahwa daya belinya terhadap emas terus nyungsep dan trend-nya memang nampaknya akan tetap nyungsep. Berlebihan kah saya ?, perhatikan grafik dibawah – InsyaAllah saya tidak berlebihan. InsyaAllah.

US$ Value Relative to Gold

US$ Value Relative to Gold

Rabu, 06 Oktober 2010

Harga Emas Melejit : Seberapa Tangguh Dinar Real Time Engine Kita...?

Oleh Muhaimin Iqbal
Rabu, 06 October 2010 07:30

Tanpa terasa sudah lebih dari dua tahun engine yang kami pakai untuk menghitung nilai tukar Dinar secara real time beroperasi sejak kami perkenalkan tanggal 3 Juli 2008. Dari waktu ke waktu algorithm dan sumber data kami review untuk make sure bahwa hasil-hasil perhitungan harga Dinar real time ini tidak ngaco, lebih-lebih pada saat harga emas dunia melejit seperti dalam dua hari terakhir.

Pagi ini ketika harga di perhitungan engine kami tersebut mencapai angka Rp 1,666,770 /Dinar; sekali lagi kami review engine tersebut – apakah hasil perhitungannya sudah benar ? Apakah harga Dinar kami ini tidak ketinggian ? dst. Meskipun confident dengan hasil perhitungan tersebut, tidak segan kami melakukan check and recheck. Berikut adalah poin-poin yang antara lain kami check :

1) Kami check kenaikan harga Dinar ini apakah proporsional dengan kenaikan harga emas dunia, setelah memperhitungkan nilai tukar Rupiah.

2) Kami check apakah sumber data harga emas dunia yang kami pakai memberikan masukan data yang in-line dengan data-data publik yang ada seperti Kitco dlsb. Untuk diketahui, kami selalu menggunakan dua dari tiga sumber data real time yang kami miliki – jadi bila ada masalah dengan salah satu sumber data tersebut – engine kami akan selalu mengambil yang tidak bermasalah atau yang memberikan data secara konsisten.

3) Kami check dan bandingkan pula dengan harga Dinar emas yang available dari negara lain. Tidak dari provider di Indonesia untuk menghindari subjektivitas persaingan yang tidak perlu, bagi kami penyedia Dinar lain di Indonesia adalah sparring partner dalam rangkafastabihul khairat – bukan pesaing.

Untuk poin pertama, pembaca juga dapat melakukan sendiri karena semua data baik harga Dinar real time maupun harga emas dan nilai tukar yang diperlukan tersaji di situs GeraiDinar.Com ini . Data-data tersebut ter-updated otomatis setiap 6 jam untuk transaksi , setiap 10 menit untuk data grafis deteksi trend harga, dan real time untuk harga emas dunia dan exchange rate.

Untuk poin kedua tidak bisa kami share secara angka karena menyangkut Intellectual Property Right (IPR), tetapi out-put-nya berupa harga emas dunia yang tersaji di situs ini dapat dibandingkan langsung dengan data publik yang ada seperti dari Kitco.com. Tidak akan sama persis dengan data Kitco.com misalnya, karena seperti yang kami jelaskan diatas – data kami adalah dua dari tiga data yang available secara konsisten.

Untuk poin ketiga, alhamdulillah sekarang saudara-saudara kita di Malaysia melalui World Islamic Mint Malaysia; dan Abu Dhabi melalui World Islamic Mint-nya juga mulai meng-up-dateharga Dinar setiap hari. Meskipun tidak sesering yang dilakukan otomatis oleh engine kami yaitu setiap 6 jam, up-date yang mereka lakukan sekali setiap 24 jam ( setiap jam 15 waktu London) cukup memadai untuk kita gunakan sebagai pembanding. Melalui link-link yang saya berikan tersebut diatas, Anda juga dapat melakukan analisa perbandingan ini sendiri.

Untuk pagi ini misalnya, ketika harga Dinar di GeraiDinar menujukkan angak Rp 1,666,770 ; di WIM Malaysia menujukkan harga RM 627 atau kalau di Rupiahkan menjadi Rp 1,806, 199,-. Akhir pekan lalu ketika harga kami berada di angka Rp 1,627,600 ; angka mereka berada di RM 614 atau bila di Rupiah-kan menjadi Rp 1,780,600. Jadi secara persistent harga Dinar di Malaysia lebih mahal dari harga Dinar GeraiDinar.

Demikian pula dengan harga Dinar versi WIM Abu Dhabi dalam USD dan Euro. Dari kami pembanding yang kami gunakan adalah harga Dinar kami dalam USD dan Euro yang selalu tersaji otomatis di M-Dinar. Per pagi ini harga Dinar kami dalam USD adalah USD 185.06 dan dalam Euro adalah EUR 133.77 ; Anda dapat bandingkan langsung dengan harga WIM Abu Dhabi yang masing-masing menunjukkan harga pada USD 200.05 dan EUR 145.07. Dari data yang kami amati sejak pekan lalu, kami juga jumpai harga dari WIM Abu Dhabi secarapersistent lebih mahal dari harga Dinar dalam USD dan EUR-nya GeraiDinar/M-Dinar.

GD Price vs WIM Malay & WIM Abu Dhabi

GD Price vs WIM Malay & WIM Abu Dhabi

Memang harga-harga kami yang persistent dibawah harga di Malaysia misalnya, berpotensi membawa masalah tersendiri dalam kaitan stock availability Dinar. Dinar dengan kwalitas tinggi kami yang di produksi oleh Logam Mulia dan terakreditasi dengan LBMA (London Bullion Market Association), bisa saja tiba-tiba diborong oleh orang-orang Malaysia karena harga yang lebih rendah tersebut. Bila ini terjadi maka akan ada kelangkaan Dinar LM di dalam negeri kita.

Untuk mencegah aliran Dinar keluar ini, sementara waktu kami tidak akan menaikkan harga Dinar real time ini dengan mengubah algorithm di engine kami misalnya – tetapi kepada seluruh agen dan pengguna Dinar agar aware – bila ada arus pembelian Dinar dalam sekala besar.

Bila nantinya risiko Dinar lari keluar negeri tersebut menjadi imminent (semakin nyata untuk terjadi) , maka tidak tertutup kemungkinan engine Dinar real time tersebut kami sesuaikan dengan harga-harga Dinar fisik yang ada di Malaysia, Abu Dhabi dlsb.

Jadi untuk sementara ini, setelah dua tahun lebih berjalan engine Dinar real time masih kami anggap cukup tangguh untuk menghasilkan harga Dinar yang akurat dan terjangkau oleh konsumen pengguna di Indonesia – meskipun memberikan harga Dinar fisik yang persistentlebih rendah dari harga Dinar di negara lain. Memang ada harga Dinar elektronis yang lebih murah seperti di e-Dinar, tetapi di situs mereka ini bila Anda membeli Dinar fisik – harga yang dijual adalah harga Dinar fisik WIM Abu Dhabi tersebut diatas – jadi tetap lebih mahal bila dibandingkan apple to apple dengan Dinar fisik GeraiDinar.

Semoga Allah memudahkan langkah kita untuk amal Shaleh yang diridloiNya.


Minggu, 26 September 2010

Harga Emas : Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian...

leh Muhaimin Iqbal
Senin, 27 September 2010 05:34

Ketika saya menulis tentang kinerja Dinar emas melalui tulisan tanggal 24/09/2010 – dimana di tulisan tersebut saya ungkapkan data bahwa harga Dinar emas telah melonjak 71.29% selama tiga tahun terakhir, berbagai pertanyaan disampaikan pembaca situs ini ke saya. Diantaranya adalah apakah harga emas atau Dinar sudah ketinggian sekarang sehingga waktunya menunggu harga turun sebelum membeli (lagi) ?.

Melihat harga emas dunia yang hampir menyentuh US$ 1,300/Oz dan harga Dinar sudah diatas Rp 1,600,000/Dinar , maka memang betul bahwa harga emas atau Dinar sudah sangat tinggi. Namun harga yang tinggi ini tidak harus berarti ‘ketinggian’ yang berkonotasi akan turun kembali.

Seberapa tinggi atau seberapa rendah harga emas yang dibeli dengan US$ atau Rupiah, sangat tergantung dengan kekuatan daya beli US$ atau Rupiah itu sendiri. Jadi Emas atau Dinar akan naik lagi atau akan turun, tergantung kearah mana kekuatan daya beli US$ atau Rupiah bergerak.

Masyarakat dunia melacak trend kekuatan daya beli US$ dengan US Dollar Index (USDX), sedangkan untuk Rupiah saya melacaknya dengan Rupiah Index (IDRX) – yang perhitungannya pernah saya perkenalkan lewat tulisan saya akhir tahun lalu.

Bila trend USDX dan IDRX tersebut kita sandingkan dengar trend pergerakan harga emas sejak tiga tahun lalu, hasilnya akan seperti grafik dibawah. Meskipun ruwet seperti benang kusut, namun grafik ini menyiratkan suatu pola yang bisa dibaca dengan cukup jelas.

IDRX, USDX and Gold Trend

IDRX, USDX and Gold Trend

Perhatikan garis biru (USDX) dan kuning (Emas dalam US$/Oz), keduanya bergerak berlawanan arah sampai awal tahun ini. Artinya bila USDX yang mencerminkan daya beli US$ menguat, maka harga emas akan cenderung turun. Ini terjadi dalam situasi normal, maupun dalam kondisi krisis – bila krisisnya bersumber dari US$ atau Ekonomi Amerika itu sendiri.

Kemudian selama kurang lebih enam bulan berikutnya, terjadi anomaly yaitu harga emas dalam US$ naik bersamaan dengan naiknya daya beli US$. Kok bisa ? pada periode ini Dollar menguat – tetapi daya belinya terhadap emas tetap menurun (harga emas tetap naik) karena penguatan Dollar tersebut bersamaan dengan melemahnya Euro yang didorong oleh krisisPIIGS. Krisis yang sempat membuat para pelaku dunia usaha dan investor was-was dalam beberapa bulan tersebut mendorong permintaan emas sebagai tempat berlabuh yang aman bagi dana usaha dan investasi mereka.

Tiga bulan terakhir ancaman krisis PIIGS mereda dan US$ mulai kelihatan jati dirinya yang asli – yaitu cenderung melemah. Dengan issue Quantitative Easing 2 (QE 2) yang terus menghantui masyarakat pelaku usaha dan investor dunia, nampaknya kecenderungan melemahnya Dollar ini masih akan berlanjut. Dalam grafik (biru) nampak jelas trend penurunannya dalam tiga bulan terakkhir dan belum ada tanda-tanda berbalik arah. Sebaliknya harga emas tiga bulan terakhir nampak sudah mulai berperilaku normal yaitu naik ketika daya beli Dollar menurun (grafik kuning).

Lantas bagaimana dengan Rupiah ?. Rupiah Index (IDRX) yang mencerminkan daya beli Rupiah – pada umumnya berperilaku mirip dengan US$ selama tiga tahun terakhir, harga emas dalam Rupiah naik ketika IDRX turun dan sebaliknya. Hanya saja naik turunnya IDRX ini tidak selalu bersamaan dengan naik turunnya USDX. Ketika krisis financial melanda AS akhir 2008 sampai awal 2009, supply uang US$ yang sempat menjadi langka membuat US$ Index melonjak tajam. Daya beli relatif Rupiah terhadap US$ turun yang ditunjukan oleh IDRX yang rendah pada periode waktu tersebut. Pada periode inilah harga Dinar sempat melewati angka Rp 1,600,000/Dinar – bukan karena harga emas dunia lagi setinggi sekarang (saat itu harga emas dunia ‘hanya’ di kisaran US$ 940/Oz), tetapi Rupiahnya-lah yang lagi anjlog – bahkan sempat menyentuh angka Rp 12,000/US$.

Hari-hari ini Rupiah terhadap US$ kelihatan perkasa yaitu dibawah angka Rp 9,000/US$; sayangnya keperkasaan ini hanya terjadi bila dibandingkan dengan US$ saja. Bila dibandingkan dengan sekelompok mata uang kuat dunia lainnya yang tercermin dari IDRX – maka sesungguhnya Rupiah-pun saat ini sedang dalam trend melemah seperti US$. Lihat ujung kanan grafik merah yang sejalan dengan grafik biru.

Dengan signal yang begitu kuat yang tercermin dari grafik merah dan biru yang menurun sedangkan grafik emas naik ini, maka nampaknya harga emas masih akan terus naik. Peluang turunnya tetap akan ada, yaitu bila ada noise – berupa isu-isu sesaat yang bisa mengacaukansignal. Setelah noise ini menghilang, kembali signal yang jelas-lah yang akan dominant.

Jadi saat ini harga emas atau Dinar memang lagi tinggi, tetapi berdasarkan grafik diatas kita bisa melihat signal-nya dengan jelas bahwa harga sekarang belum ketinggian. Wa Allahu A’lam.

Sabtu, 25 September 2010

Dinar Setelah 3 Tahun : Apa Yang Terjadi...?

Oleh Muhaimin Iqbal
Jum'at, 24 September 2010 09:07

Bulan September ini genap tiga tahun sejak system kami mencatat secara rutin perkembangan harga Dinar dari hari ke hari. Dalam perkembangannya bahkan harga Dinar ini berhasil kami otomatisasikan berdasarkan perkembangan harga emas Dunia, dan ter-update setiap 6 jam dalam angka dan setiap 10 menit dalam grafik – seperti yang dapat Anda ikuti diwww.geraidinar.com sampai sekarang.

Grafik dibawah menggambarkan perkembangan harga tersebut dalam rata-rata bulanan. Di awal kami mencatat harga tersebut, rata-rata bulan September 2007 – harga Dinar berada pada angka Rp 915,080/Dinar sedangkan rata-rata bulan ini harga tersebut berada pada angka Rp 1,567,420/Dinar – naik sebesar 71.29 % dalam waktu tiga tahun.

Perkembangan Harga Dinar 2007-2010

Perkembangan Harga Dinar 2007-2010

Apa maknanya apresiasi nilai Dinar ini bagi uang Anda ?, untuk mudahnya saya berikan gambaran pembanding dengan Deposito standar dengan hasil rata-rata 6 % per tahun misalnya. Bila pada September 2007, Anda memiliki uang Rp 2,000,000 ; yang Rp 1,000,000 Anda taruh di Deposito sedangkan yang sisanya Rp 1,000,000,- Anda taruh di Dinar. Maka nilai uang Anda yang di Deposito kini menjadi Rp 1,196,680,- sedangkan yang di Dinar menjadi Rp 1,712,879,- atau 43% lebih tinggi ketimbang yang di Deposito standar. Untuk lebih mudahnya memahami perbandingan ini, perhatikan grafik dibawah.

Dinar Sebagai 'investasi' vs. Deposito

Dinar Sebagai 'investasi' vs. Deposito

Selain sebagai fungsi investasi – yaitu bila Dinar dilihat dari kaca mata Rupiah nampak memberikan hasil yang jauh lebih tinggi dari investasi dalam bentuk deposito – Dinar juga terbukti berfungsi efektif dalam melindungi nilai asset Anda dalam tiga tahun ini. Uang di Deposto Anda yang seolah tumbuh 19.67% dalam tiga tahun tersebut diatas, ternyata bila diukur dengan timbangan Dinar – bukannya tumbuh malah turun atau menyusut sekitar 25% dalam tiga tahun terakhir. Perhatikan grafik dibawah untuk penjelasan hal ini.

Dinar Sebagai Proteksi Nilai vs. Deposito

Dinar Sebagai Proteksi Nilai vs. Deposito

Setelah fungsi investasi dan proteksi nilai ini terbukti efektif, kini tantangan berikutnya memang menggunakan Dinar sebagai alat transaksi atau medium of exchange. Untuk transaksi modal atau transaksi komersial, pinjam-meminjam dlsb. hal inipun sudah berjalan efektif – tinggal menggunakannya untuk transaksi konsumsi – ini yang merupakan challenge tersendiri.

Dengan adanya gagasan pendirian Pasar Madinah yang saya perkenalkan lewat beberapa tulisan sebelumnya, insyaAllah akan dapat ikut menyempurnakan penggunaan Dinar dalam arti yang sesungguhnya yaitu sebagai Unit of Account, sebagai Store of Value dan tentu saja sebagai Medium of Exchange. InsyaAllah.