Minggu, 28 April 2013

Ancaman (Peluang ?) Dari Negeri-Negeri Jiran…

Oleh : Muhaimin Iqbal

Sepuluh tahun lalu (2003) para pemimpin negara-negara ASEAN menyepakati bahwa 10 negara dalam kawasan ini harus membentuk suatu kesatuan ekonomi yang disebut  ASEAN Economic Community (AEC), target waktu yang ditetapkan saat itu adalah tahun 2020. Empat tahun kemudian (2007), para pemimpin-pemimpin negeri tersebut sepakat untuk mempercepat realisasi AEC ini menjadi tahun 2015. Dua tahun dari sekarang kita akan berada dalam satu kesatuan pasar dan kesatuan basis produksi tunggal ASEAN yang ukurannya sekitar 600 juta orang penduduk. Sayangnya mayoritas kita tidak sadar ancaman atau peluang kah yang sudah ada di depan mata itu !

Apakah AEC akan menjadi pluang atau ancaman, tergantung seberapa kuat persiapan kita dan seberapa tajam kita melihat peluang pasar tunggal ASEAN tersebut. Tergantung pula dengan persiapan dan ketajaman penglihatan tetangga -tetangga kita dalam melihat pasar yang sama. Bila kita lebih siap dan lebih tajam dalam melihat peluang – maka pasar tunggal ini akan menjadi peluang kita. Tetapi sebaliknya juga demikian, bila mereka yang lebih dahulu siap dan lebih tajam melihat peluangnya – maka ini peluang mereka dan kita yang menjadi korbannya.

Untuk bisa mempersiapkan diri dan melihat peluangnya, kita harus tahu dahulu apa itu AEC. Berikut adalah apa dan bagaimana AEC itu – yang seharusnya banyak-banyak dijelaskan pemerintah negeri ini kepada rakyatnya agar kita melakukan persiapan sejak 10 tahun lalu (2003) ketika gagasan AEC mulai disetujui pemerintah kita waktu itu.

AEC adalah untuk membentuk pasar dan basis produksi tunggal di seluruh negara-negara ASEAN. Ini akan meliputi lima elemen utama yaitu :

1.     Free flow of goods - bebas aliran barang
2.     Free flow of services – bebas aliran jasa
3.     Free flow of investment – bebas aliran investasi
4.     Freer flow of capital – aliran modal yang lebih longgar
5.     Free flow of skilled labor - bebas aliran tenaga trampil

Kesatuan pasar dan basis produksi tersebut awalnya akan berlaku untuk 12 sektor yang diprioritaskan, yaitu :

1.     Agro-based products
2.     Air transport/travel
3.     Automotive
4.     E-ASEAN (E-Commerce)
5.     Electronics
6.     Fisheries
7.     Healthcare
8.     Rubber-based products
9.     Textile and apparel
10.   Tourism
11.   Wood-based products and logistics
12.   Food, agriculture and forestry

Ketika pasar tunggal ASEAN ini berlaku dua tahun lagi dari sekarang, dengan segudang kebebasan dari sektor-sektor yang ditarget awal tersebut – kita akan menjadi sasaran empuk untuk menjadi pasar bagi produk barang maupun jasa dan juga tenaga trampil dari negeri-negeri jiran.

40 % dari sekitar 600 juta penduduk di pasar tunggal ASEAN itu adalah penduduk Indonesia. Bayangkan perusahaan-perusahaan canggih di Singapore dan Malaysia yang merupakan tetangga terdekat kita - yang selama ini pasarnya terbatas tetapi mereka sangat siap untuk ekspansi ke pasar yang lebih besar – tiba-tiba pasar itu akan terbuka lebar untuk mereka.

Bayangkan kalau seandainya Anda kini adalah eksekutif pemasaran dari perusahaan makanan di Singapore yang penduduknya hanya sekitar 5 juta, atau bahkan di Malaysia yang penduduknya hanya sekitar 30 juta – kemudian Anda tahu bahwa dua tahun dari sekarang (kenyataannya mereka sudah tahu sejak 10 tahun lalu – mereka total punya persiapan waktu 12 tahun !) akan ada tambahan pasar sebesar 245 juta jiwa dari Indonesia saja, apa yang akan Anda lakukan ?. Pasti Anda sudah ancang-ancang di garis start sejak lama, tinggal menunggu peluit ditiup dan Anda akan berlari kencang menyerbu pasar Anda – yaitu negeri ini !

Bagi para pemain pasar di Singapore yang semula melayani domestik pasarnya seukuran 5 juta penduduk, pasar tunggal ASEAN dengan 600 juta penduduk adalah suatu pasar yang ukurannya 120 kali lebih besar dari pasar mereka semula. Maka tidak mengherankan peluang AEC ini menjadi peluang yang digarap secara luar biasa oleh para pemain mereka.

Demikian pula dengan para pemain di Malaysia, semula pemain domestiknya hanya memiliki pasar yang ukurannya 30 juta penduduk. Pasar tunggal ASEAN akan memberi mereka pasar yang ukurannya 20 kali lebih besar – maka juga tidak mengherankan mereka membuat persiapan yang sangat serius sejak sepuluh tahun lalu.

Lha bagi kita, kita sudah terbiasa dengan pasar yang ukurannya 245 juta penduduk. Pasar tunggal ASEAN ‘hanya’ memperbesar pasar kita menjadi 2.5 kalinya yaitu menjadi 600 juta penduduk. Barangkali karena size ini yang membuat kita terlena untuk melakukan persiapan yang seharusnya.

Bila saja kita tidak tertarik dengan perluasan pasar ini – itu sebenarnya juga tidak terlalu masalah. Namun yang akan menjadi masalah, pasar tunggal ini adalah seperti kompetisi internasional – bila kita tidak bisa menang, maka kita akan kalah. Kalau kita kalah, maka apa yang akan terjadi ?

Sebagai manajer professional, sebagai buruh ataupun sebagai pengusaha – Anda bisa kehilangan pekerjaan atau usaha Anda gara-gara berlakunya AEC ini !, begitu seriuskah ? Memang bisa jadi  serius !

Dengan berlakunya AEC 2015, tenaga trampil dari negeri-negeri jiran di ASEAN bebas bekerja di negeri ini. Bila Anda para professional – bila Anda tidak siap, maka saat itulah Anda bisa kehilangan pekerjaan Anda.

Para buruh bisa kehilangan pekerjaan melalui skenario yang lain lagi, yaitu karena adanya kesepatakan basis produksi tunggal. Dengan kesepakatan ini barang yang diproduksi di Thailand, Vietnam dlsb. akan dengan mudah masuk ke pasar kita semudah barang yang diproduksi di Bekasi atau Tangerang.

Bila sedikit saja ada masalah perburuhan di tempat Anda bekerja yang ada di wilayah Jabodetabek ini misalnya, para pabrikan akan dengan mudah memindahkan pabriknya ke Thailand, Vietnam dlsb. toh mereka tetap akan mudah memasukkan barangnya ke Indonesia - semudah ketika pabrik mereka masih di Indonesia. Saat itulah Anda para buruh akan kehilangan pekerjaan Anda.

Mirip dengan pola yang sama, para pengusaha bisa dengan mudah kehilangan usahanya – manakala dia kalah efisien dalam business model-nya dengan para pemain dari negeri-negeri Jiran.

Itulah kurang lebih gambaran yang akan terjadi di negeri ini 2015, serbuan pemain-pemain canggih yang lebih siap dari negeri-negeri jiran yang telah melakukan persiapan maksimal bisa jadi akan menyerbu pasar ini, Siapkah kita ?

Barangkali Anda bertanya : Untuk masalah seserius ini kok kita tidak medengar berita, pengarahan, strategi dlsb. dari pemerintah atau instansi-instansi terkait di negeri ini ? Jawabannya adalah kita harus bisa me-‘maklumi’-nya !

Ketika AEC pertama kali disepakati para pemimpin ASEAN tahun 2003, saat itu para pemimpin kita sedang siap-siap untuk pemilu 2004. Setahun kemudian Pemilu 2004 menghadirkan pemerintahan baru, lengkap dengan seluruh menterinya yang juga baru. Walhasil AEC belum sempat disosialisasikan oleh pemerintahan yang semula ikut menyepakati AEC  ini di tingkat ASEAN.

Ketika tahun 2007 pemimpin-pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat AEC menjadi 2015 – kabinet yang ada saat itu juga belum sempat memberi arahan ke masyarakat dan mensosialisasikan AEC ini sudah keburu Pemilu 2009. Pemilu 2009 juga menghasilkan kabinet baru, yang belum sempat mensosialisasikan ke masyarakat tentang AEC ini – dan kita sudah keburu lagi menghadapi pemilu 2014 tahun depan.

Pas due-nya AEC berlaku 2015 nanti, pemerintahan kita sampai presidennya akan baru lagi – dan kira kira belum berumur satu tahun saat itu. Kita lagi-lagi harus ‘maklum’ bahwa tentu mereka belum sempat memikirkan strategy menghadapi AEC ini.

Memang kita tidak harus pesimis, ibarat mau berkompetisi secara internasional – pemerintah kita mungkin tidak sempat mempersiapkan ‘pelatnas’-nya untuk kita. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan persiapan-persiapan yang kita butuhkan.

Di pasar yang ukurannya 2.5 kali dari pasar kita sekarang – kita juga bisa menjadikannya sebagai peluang untuk tumbuh lebih cepat. Untuk ini yang dibutuhkan adalah persiapan yang lebih matang – sematang atau bahkan lebih matang dari para pemain di negeri-negeri jiran tersebut. Hanya saja karena persiapan kita   ‘agak’ telat, maka kita perlu kerja ekstra keras untuk mengejar ketinggalan yang ada.

Selain itu kita juga harus pinter-pinter mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang kita miliki yang tidak dimiliki atau kurang dimiliki pesaing kita di 9 negara ASEAN lainnya.

Di sektor-sektor agro-based products, rubber-based products, fisheries, wood-based products, food, agricultural and forestry mestinya kita bisa unggul karena mayoritas resources-nya ada di kita.

‘Alhamdulillahi ‘ala kulli haal’, InsyaAllah pasar dan basis produksi tunggal ASEAN (AEC) bukan hanya ancaman bagi kita – tetapi tetap bisa menjadi peluang yang tidak kalah menariknya. Untuk ini kita perlu kerja keras, kerja cerdas dan tentu selalu memohon petunjuk dan pertolonganNya !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar